PEREMPUAN ITU AKU

     Pagi hari ini, pelajaran penjaskes. Otomatis pasti ganti baju olahraga. Mustahil Pak Hendra memberikan kami berpakaian putih biru melakukan praktik back-up dan sit-up. Baru saja aku akan menuju ruang ganti, sekilas pandanganku tertuju pada Lin di ujung pagar sekolah. Lin dengan 3 orang cowo sedang berhadapan satu sama lain. Yah, ketiga cowo itu Andre, Bian dan Irfan, siswa kelas IX B. Apa yang mereka lakukan di pojok pagar itu. Aku mencoba mendekati mereka, rupanya kehadiran ku oleh seorang dari mereka. Satu per satu mereka bergerak meninggalkan Lin seorang diri. Hanya Lin yang masih bertahan saat aku tiba tepat di hadapannya.

    Kuhampiri sahabatku yang sudah tiga hari ini menginap di rumah ku itu. Pertengkaran hebat orang tuanya empat hari lalu, membuatnya tidak tahan tinggal di rumahnya. Mamanya yang selalu sibuk dengan arisan komunitas sosialitanya sedangkan Papanya sibuk dengan pekerjaan di luar kotanya. Sebagai anak tunggal, sungguh menjadi bencana besar jika harus sendiri menanggung keributan-keributan orang tuanya setiap hari. Akhirnya lin memutuskan menginap di rumahku.      

            "Ngapain mereka tadi itu, Lin?" aku coba tanya yang barusan terjadi.

            "Enggak ada apa-apa kok, Tir!" sahut Lin sambil menaruh sesuata ke dalam saku roknya.

            "Terus apa itu yang kau masukin ke kantong?" langsung kutebak saja apa yang kulihat tadi itu.  

            "Bukan apa-apa Tirta!" Lin bergerak mundur mencoba menghindarkan tanganku yang                              mencoba merogoh sakunya.

    Aku tak mau menyerah begitu saja. Kudorong Lin ke tembok pagar itu, tangan kananku mendorong dan menahan bahunya, sedangkan tangan kiriku bergerak cepat merogoh kantong roknya. Dan... sebuah klip yang berisi beberapa butir berwarna merah jambu. Yah, tepatnya ada sepuluh butir.

            "Apa ini In?" kutunjukkan plastik klip tepat di depan matanya." Kau pikir dengan obat ini bisa menyelesaikan masalahmu? Kau pikir ibumu akan duduk manis di sofa menunggumu pulang sekolah? Kau pikir dengan obat ini ayah mu akan betah di rumah menemanimu main PS? Tidak Lin, tidak. Mustahil."

            "Tapi aku enggak beli dengan Irfan barang itu. Mereka cuman ngasih cuma-cuma, katanya kasihan denganku." sela Lin.

            "Asal kau tau saja, Lin. Memang mereka itu akan memberikan dengan cuma-cuma, tapi kalau kau sudah ketagihan, mereka akan menjual dengan harga selangit Lin. Sudah berpa kali mereka ngasih kamu barang ini?" tanyaku mendesak.

            "Baru juga tiga kali." Jawab lin.

            "Tiga kali? Sudah lin. Sudahi saja permainan mereka ini. Kamu tau kan barang haram dan terlarang. Jika ketahuan pasti akan diseret ke tahanan polisi. Lalu, apakah barang ini membuat lebih baik? Tidak bukan? Kau hanya dibuatnya tertidur sesaat, lalu kau dibangunkannya agar kau mau mengkonsumsinya lagi." Aku mencoba mengingatkan Lin.

            "Aku bukan benci mama yang suka arisan dengan komunitasnya. Bukan aku benci papaku yang sibuk dengan pekerjaannya. Tapi yang kubenci itu saat kulihat mobil papa parkir di Hotel Kemayu minggu lalu dengan menggandeng seorang cewek seumuranku. Mungkin karena mataku rabun jauh, sehingga aku kurang jelas melihat cewek itu. Cantik memang, lebih cantik daripada kamu, Tirta." Jawab lin.

            "Kamu yakin itu mobil papamu?" tanyaku sedikit kaget?

            "Yakinlah. Meskipun aku rabun, aku masih bisa melihat stiker perisai Kapten Amerika yang sengaja kutempel di pintu bagasi agar bisa mengenalnya di antara parkiran mobil." lin menjelaskan kembali.

            "Jadi sampai saat ini kau belum tau siapa cewek itu?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.

            "Belum lah. Sudah kutanya papa, tapi papa selalu mengelak dan menyangkal itu. Seandainya kutahu, rasanya mau kubunuh perempuan itu." keluar kata-kata ancaman yang kasar dari mulut sahabatku yang sebenarnya lembut itu.

            "Sudahlah, buang saja barang jahanam ini. Ayo kita siap-siap olahraga. Cepat ganti bajumu, nanti kita dapat jatah tambahan 10 kali lari lapangan dari Pak Hendra." kataku pada lin.

    Lin berlari kecil untuk menuju ruang ganti baju olahraga. Setiap langkah lari kecil lin itu aku merasakan hempasan keras di dadaku. Semakin kencang lari lin, rasannya tendangan keras membentur kepalaku. Semakin jauh jarak lin dariku, aku semakin merasakan terlempar jauh. Hotel Kemayu Plaza, hari minggu, 20 juni 2022, pukul 16.45 adalah hari Pak Arden Brajadirga; papanya lin, mengajakku istirahat semalam di sana.






                                                                                                                   #Karya : Widiayati, S.Pd.SD.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN Random pt2

CERPEN Random pt5